Senin, 19 Desember 2011

Diklat Mapala Memakan “Korban”

Kontak fisik yang berujung pada suatu tindak kekerasan memang sudah jarang kita temui. Namun baru-baru ini, di Surabaya, seorang mahasiswa fakultas hukum universitas wijaya kusuma Surabaya, mengalami cidera cukup parah disekujur tubuhnya, karena mendapat perlakuan keras dari para seniornya, saat menjalani diklat atau pendidikan latihan organisasi pecinta alam di bukit cangar, kabupaten malang. Menurut pengakuan korban, tindak kekerasan yang dialaminya tersebut, dilatarbelakangi oleh pendidikan kedisiplinan.

Kondisi Luki inggit darmawan, 18 tahun, mahasiswa semester satu fakultas hukum universitas wijaya kusuma Surabaya, saat ditemui sejumlah wartawan di rumahnya di kawasan petemon kuburan nomor 33 surabaya. Untuk berjalan kaki, luki harus menggunakan bantuan tongkat guna  menopang tubuhnya.


Luki mengalami cidera cukup para disekujur tubuhnya, karena mendapat perlakuan keras dari para seniornya, saat menjalani diklat atau pendidikan latihan organisasi pecinta alam kawaru, atau kampung waringin unggul/ di bukit cangar,  kabupaten Malang.

Kejadian tersebut bermula saat Luki mengikuti diklat pada selasa 13 desember hingga minggu 18 desember 2011 lalu. Ia bersama 5 rekannya, yakni trio, novi, indra. dan tria, sudah mendapat pressing dari para seniornya sejak baru tiba di lokasi.

Selama di lokasi, mereka sebagai peserta diklat tidak diperbolehkan oleh para seniornya untuk melepas sepatu, dengan maksud, agar terhindar dari binatang buas/ seperti ular dan lintah.

“Akibatnya kaki saya seperti membusuk , karena sepatu gunung yang saya kenakan tidak boleh dilepas selama mengikuti rangkaian kegiatan diklat”, kata Luki pada liputanjatim.co.cc

Kepada wartawan, luki juga menuturkan bahwa ia sempat mendapat kontak fisik berupa tendangan dibagian dada oleh salah satu seniornya berinisial A-R. Hanya karena luki tidak disiplin.  Tak hanya itu saja, luki juga sempat mendapat ancaman dari senior-seniornya.

“Saya sempat diancam dibunuh oleh senior saya, apabila saya tidak mengikuti diklat lanjutan pada tahun depan”, tambahnya.

Sementara itu. trio salah satu peserta diklat yang juga rekan korban membantah, “bahwa pernyataan korban tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya. Menurutnya, kontak fisik dalam sebuah diklat organisasi,  tidak ada sedikitpun unsur penyiksaan. Melainkan lebih kepada membentuk mental dan melatih kedisiplinan.”

Hingga berita ini diturunkan, pihak kampus belum dapat dimintai keterangan terkait insiden kontak fisik yang berujung pada suatu tindak kekerasan pada diklat pecinta alam universitas wijaya kusuma surabaya tersebut. (Krs/Red)


Tidak ada komentar: